“economicsfornoneconomics”in trade market as a culture
Pasar, apa yang kalian ketahui tentang pasar? Apakah pasar hanya sekedar tempat bertmunya penjual dan pembeli, dimana demand dan supply bertemu dan membentuk titik equilibrium. sebuah kata pasar dapat menjadi lebih kompleks dari yang seharusnya. Dimana sebuah konsep pasar itu sendirilah yang menjadi dasar teori marketing. Tapi yang saya bahas disini bukanlah sebuah pasar dari segi marketing dan ekonomi, karena sudah jelas atahanya kalau membahas pasar dari perspektif ilmu marketing dan ekonomi. Yang saya bahas disini adalah pasar dan budaya manusia.
“kalau mau beli elektronik di glodok aja, murah-murah tuh!”
“kalau mau beli kain di pasar baru aja ama org india disana”
“kalau mau beli produk pakaian jadi di tenabang aja, grosir terbesar”
“kalau mau beli saham ya di bursa efek”
Benarkah pertanyaan yang ada disini?
Apabila kita berbicara mengenai pasar local, sudah terbayang pasar yang becek bau dan kotor. Ya itulah potret pasar tradisional kita yang terkesan semrawut dan tidak ada aturannya. Namun pasar-pasar tersebut memberikan sebuah gambaran mengenai budaya. Sebuah stereotype yg lazim misalanya adalah pasar-pasar yang ada biasanya merpresentasikan etnis atau suku yg banyak terdapat didalamnya. Jadi terdapat stereotype yang berkembang di masyarakat mengenai pasar tradisional yang identik dengan budaya tertentu. Para penjual yang anda temui di pasar senen, glodok, pasar baru pasti berbeda dari asal dan cara mereka menjual barang, Sebuah fenomena menarik. Dan dalam konteks ini pun sebuah pasar tradisional mempunyai positioning mereka sendiri. Dari segi jumlah barang terdapat pasar retail dan grosir. Dan yang lebih spesifik lagi adalah setiap pasar mempunyai komoditas utama yang menjadi andalan. Dengan target market yang spesifik, sebuah pasar tetap dapat menjadi pilihan bagi seluruh lapisan masyarakat. Namun, pergeseran budaya dan pola pikir masayarakat mengantarkan pada perubahan kearah pasar modern
Pasar modern dengan berbagai skala usaha diklasifikasikan dari minimarket, supermarket, dan hypermarket. Pasar modern ini sudah mulai banyak menjamur di sini sebagai subtitusi dari pasar tradisional. Namun di pasar modern ini, budaya itu hilang yang ada hanyalah sebuah tempat dimana konsumen membutuhkan barang dan mereka menyediakan, sudah tidak ada lagi interaksi positif yang dibangun. Tapi kabar baiknya adalah pasar modern ini konsumen dapat memilih barang yang mereka mau dengan bebasa dan tidak perlu repot menawar harga yang ada, sekalai lagi tidak ada interaksi harmonis antara penjual dan pembeli. Pasar modern ini di Indonesia sendiri sebagai Negara berkembang menjadi sebuah kontroversi karena dianggap mematikan potensi pasar tradisional.
Lebih luas lagi apabila kita berbicara pasar global, Negara di dunia masih bergantung kepada Negara lain untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya maupun untuk menjual hasil produksi ke Negara lain, yang terjadi adalah simbiosis yang saling menguntungkan antar Negara. Maraknya ekspor dan impor membuat interaksi global terjadi dengan begitu cepat pada masa sekrang ini, apalagi dengan fasilitas internet yang membuat sgalanya lebih mudah dan efisien. Yang perlu diperhtikan dalam pasar global ini adalah perbedaan budaya yang jelas membuat gap antara penjual dan pembeli, sehingga masing-masing harus mengakomodir perbedaan tersebut, dan satu masalah yang sering terjadi adalah penipuan.
Zaman terus berkembang, manusia terus berpikir untuk maju, budaya berkembang dan implikasinya dapat dilihat dari sebuah pasar. Dari zaman pedagang-pedagang arab, china dan eropa yang mengarungi bumi untuk menjual komoditas mereka, sampai sekarang zaman perdagangan bebas dimana pedagang sudah tidak perlu bertemu langsung dengan konsumen hanya dengan internet dan terjadilah transaksi. Kompetisi yang ketat di pasar global dapat menjadi sebuah peluang besar bagi siapapun yang berhasil mengeksploitasinya.
“think and act glocally”
http://economicsfornoneconomics.co.cc/
Rianhafizblog2009
Entrepeneurship
16 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar