Minggu, 31 Mei 2009

“economicsfornoneconomics” in fair (free) trade

Dalam konsep perdagangan secara sederhana, system penjual dan pembeli bertemu untuk melakukan transaksi dagang, dan terjadi perpindahan barang dari penjual kepada pembeli dan timbal baliknya berupa uang/barang dari pembeli kepada penjual, sebuah skema standar yang dapat dilihat dimanapun pasar berada.

Namun kesederhanaan itu masih perlu dibentuk dengan lebih agar tercipta konsep perdagangan yang lebih menguntungkan antara kedua belah pihak, maka fair trade lahir, terbentuk karena keinginan untuk mensejetrahkan para petani. Misalnya dalam sistem fair trade komoditas biji kopi, pembeli biji kopi akan membeli dari para petani dengan membayar lebih daripada harga pasar kopi sendiri, hal ini akan sangat menguntungkan petani kopi, namun timbal baliknya karena membeli dengan harga premium, maka petani harus menjaga kualitas, ini merupakan skema fair trade yang biasa terjadi. Tujuannya adalah untuk kesejahteraan petani dan buruh tani dan partnership petani dan pembeli. Dalam fair trade komoditas yang biasa digunakan adalah handicraft dan produk-produk pertanian.

Namun bagaimana dengan indonesia? Di indonesia sendiri sudah mulai banyak para pedagang yang menerapkan sistem fair trade namun hanya untuk komoditas tertentu, karena yang berkuasa adalah tetap para pedagang bebas, yang berarti bebas beli, bebas jual, bebas menentukan harga, dan bebas lainnya. Inilah yang lebih banyak lagi terlihat di daerah dimana para pedagang dengan modal yang kuat akan dengan mudahnya menentukan harga kepada petani kecil, terlihat seperti petani yang butuh pedagang agar bisa hidup, padahal idealnya dalam fair trade, petani dan pedagang mempunyai hak yang sama dan kewajiban yang seimbang.

Di pasar, sistem yang terjadi dapat dilihat dengan jelas lagi bahwa pedagang dengan modal yang kuat akan menguasi pasar, dan susah sekali untuk masuk pasar bagi para pendatang baru. Arus komoditas dari petani ke pasar besar sudah disentuh oleh tangan-tangan yang membuat harga menjadi melambung.

Fair trade, lahir karena dasar keinginan adanya kesejahteraan bagi setiap produsen yang akan mendapatkan haknya sebagai manusia, dan kepastian dalam pembelian hasil bumi mereka. Fair trade berbanding terbalik dengan free trade dimana kesejahteraan pemilik modal terbesarlah yang diutamakan.


 

http://economicsfornoneconomics.co.cc/

rianhafizblog2009

Kamis, 07 Mei 2009

“economicsfornoneconomics” in urban economy

Jakarta, bandung, Surabaya, makasar, medan, New York, Bangkok, dubai, London, seoul, dan hongkong. Terbayang kota-kota dengan penduduk yang padat dan mempunyai aktivitas yang berkelanjutan. Kota dimana terjadinya aktivitas berbasis ekonomi, social dan politik, secara spesifik kota tersebut adalah pusat ekonomi dari Negara mereka masing-masing tempat berada. Dalam ilmu geografi kota-kota tersebut disebut dengan kawasan urban.

Ekonomi berfungsi dan berjalan melalui simpul-simpul tempat yang menarik untuk disinggahi dan berpotensi untuk mengadakan aktivitas perekonomian. Sebut saja Jakarta sebuah kota pelabuhan yang berkembang menjadi mega cities dan pusat perekonomian Indonesia, perkembangan Jakarta juga memicu ledakan penduduk yang pada akhirnya menghasilkan kota dengan perputaran uang besar dan cepat terjadi. Keberadaan kawasan ekonomi urban juga memicu perkembangan kawasan di sekitarnya yang menjadikan Jakarta sebagai kota tidak berdiri sendiri melainkan disupport oleh bogor, depok, bekasi dan tangerang.

Berbagai kota berlomba-lomba memberikan fasilitas terbaik mereka dan pemerintahannnya bertindak sebagai servant bagi para pelaku bisnis di kota mereka dan setiap kota juga mengeluarkan positioning untuk kota mereka. Dampak yang diinginkan adalah masuknya investor dari manapun ke kota mereka, sehingga dapat mempercepat pertumbuhan kota yang di"jual". Pada kenyataannya kota-kota besar di Indonesia belum mempunyai branding yang jelas terhadap kota mereka sendiri, yang terjadi hanyalah stereotype yang terbentuk dari opini public mengenai kota tersebut. Hongkong sebagai kota besar mempunyai positioning yang unik, mereka menawarkan sebuah kultur yg berbeda dari sebuah kota, meskipun sebenarnya dapat saja anda lihat di singapura maupun kuala lumpur, namun hongkong berhasil menarik investor dari Negara barat dan Negara timur untuk bertemu dan membuat deal bisnis di kota mereka. Mereka menawarkan akses industry dan kemudahan shipping, jadi proses input dan output ekonomi terjadi.

Bagaimana dengan kawasan diluar kota, dalam bahasa geografi disebut suburban ataupun rural area. Inilah kawasan yang benar-benar menyokong kehidupan kota. Pada tengah malam sangat terasa arus masuk barang komoditas dari daerah secara sporadic masuk ke berbagai kawasan perkotaan, komoditas pertanian dan industry pangan masuk melalui berbagai jalan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kota. Dan kawasan itu juga menyokong tempat tinggal bagi sumber daya manusia yang beraktivitas di kawasan urban, sebuah trade off yang sangat jelas. Keuntungan bagi kawasan diluar urban sangat menjanjikan untuk perkembangan ke depan.

Dampak negative yang sering disebut adalah terjadinya urbanisasi maupun ketidakmerataan ekonomi penduduk namun apabila dilihat lebih dalam lagi, peluang untuk berkembang di sebuah kawasan sangat tinggi baik di kawasan urban, maupun yang lain. Setiap kawasan mempunyai porsi dan fungsi ekonomi masing-masing yang unik dan saling melengkapi jadi kecil kemungkinannya apabila terjadi swap antara fungsi kota satu dengan yang lain.


 

Inspired by Ridwan Kamil of Urbane


 


 


 

http://economicsfornoneconomics.co.cc/

rianhafizblog2009